Kawasan terumbu dekat pantai (back-reef) dan hutan bakau (mangrove) saat ini sudah beralih menjadi hamparan pantai dan bangunan jasa pariwisata (hotel, resort, dll.); menghapus banyak kawasan kembang-biak (nursery ground), tak ada lagi yang menyaring dan menahan sedimen serta polutan yang datang baik dari muara atau dari pesisir. Tengoklah pantai Utara Jawa untuk contohnya. Mangrove dan hamparan dangkal laguna kaya akan lamun dialihfungsikan menjadi pantai untuk wisatawan, serta bentuk lain dari pembangunan kawasan pesisir - semua semakin pesat sejalan semakin padatnya populasi pesisir. Dampak polusi bagi terumbu karang yang berasal dari pertanian dan industri-pun tidak jarang sumebrnya sangat dekat dengan pesisir. Demikian juga dengan limbah rumah tangga dan saluran pembuangan lainnya yang langsung menuju kolom air pesisir, tanpa diolah terlebih dahulu. Keadaan tersebut ini mengakibatkan nutrien berlebih di kolom air, memicu pertumbuhan berlebih alga (alga blooms), alga semakin mudah mengalahkan karang dalam kompetisi ruang untuk tumbuh. Karang semakin terhimpit oleh alga, ketika penangkapan berlebih ikan sudah mulai menghapus populasi ikan herbivori yang bertugas mengendalikan populasi alga (Nellemann et al., 2008). Polutan lainya dari industri dan agrikultur juga secara halus mempengaruhi keadaan biologis organisme laut lainnya, dan kurangnya perhatian ilmiah akan hal ini juga cukup mencemaskan - sebab secara perlahan dan jagnka panjang zat polutan juga mempengaruhi pertumbuhan biologis kebanyakan organisme di terumbu karang; dan saat kini kita terus meracuni mereka tanpa henti(Nystrom er al. 2000). Karbon dioksida yang dilepas manusia serta gas rumah kaca lainnya telah mempengaruhi perubahan ilklim global dan juga memberikan tekanan bagi terumbu karang akibat temperatur air yang menghangat, bertambah banyak dan kuat-nya badai, serta pengasaman laut (ocean acidification) (Hoegh-Guldberg et al., 2007).
Meningkatnya temperatur di muka air laut telah mengakibatkan msemakin seringnya fenomena pemutihan karang, dalam geografis yang besar, dan prediksi iklim dari IPCC menyatakan bahwa pemutihan karang masal akan menjadi even tahunan di masa depan di banyak belahan dunia. Terlalu banyak pemutihan menyebabkan karang mati, dan daya tahan terumbu (resistence) ditentukan oleh daya pulih mereka (recovery), kemampuan berkoloni kembali dan tumbuh dalam jumlah yang cukup, diantara episode-episode pemutihan tersebut. Namun sayangnya, lebih banyak dan menguat-nya badai berarti lebih besar lagi kemungkinan rusaknya terumbu karang. Pengasaman laut berdampak lagi langsung pada kemampuan karang dan organisme lainnya dalam membangun kerangka kalsium karbonat yang mereka butuhkan, bersamaan dengan itu juga kemampuan mereka untuk pulih terus tertekan dengan dampak lainnya, dan ada alasan kuat bahwa terumbu karang, yang mulai dieksplorasi mendalam oleh manusia di awal 1970-an, akan terhapus dari planet ini di tahun 2050-an, JIKA kita tidak mengambil langkah nyata dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, dan jika bersamaan dengan itu kita tidak meningkatkan efektifitas dalam mengelola dampak skala lokal manusia terhadap karang (Hoegh-Guldberg et al., 2007).
Kaitan antara penumpukan CO2 di atmosfir, pengasaman laut dan terhambatnya proses kalsifikasi (pengapuran) organisme laut seperti terumbu karang (Hoegh-Guldberg et al 2007)
Disini kita tidak berbicara masalah punahnya satu spesies, atau hilangnya banyak gugusan terumbu karang lokal; disini ktia berbicara tentang eliminsai global sebuah ekosistem, sebuah langkah negatif terbesar peradaban manusia saat ini.
Referensi:
- Nellemann, C., Hain, S., Alder, J. (Eds.), 2008. In Dead Water Merging of ClimateChange with Pollution Over-Harvest, and Infestations in the World’s Fishing Grounds. United Nations Environment Programme, GRID-Arendal, Norway, p. 64.
- Nyström, M., Folke, C., Moberg, F., 2000. Coral reef disturbance and resilience in a human-dominated environment. Trends in Ecology and Evolution 15, 413–417.
- Hoegh-Guldberg, O., Mumby, P.J., Hooten, A.J., Steneck, R.S., Greenfield, P., Gomez, E., Harvell, C.D., Sale, P.F., Edwards, A.J., Caldeira, K., Knowlton, N., Eakin, C.M., Iglesias-Prieto, R., Muthiga, N., Bradbury, R.H., Dubi, A., Hatziolos, M.E., 2007. The carbon crisis: coral reefs under rapid climate change and ocean acidification. Science 318, 1737–1742.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar