Tampilkan postingan dengan label Ikan Laut. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ikan Laut. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Oktober 2012

Hiu paus naik ke permukaan laut untuk menghangatkan diri

Sebuah laporan ilmiah dalam the Journal of the Royal Society Interface mencoba menjawab kenapa hiu paus seringkali bergerak ke permukaan laut - fenomena yang masih secara ilmiah menjadi misteri tentang ikan terbesar di dunia ini.

Hasil riset terbaru dari Australia tersebut menunjukkan bahwa hiu paus dan ikan lain bergerak mendekati permukaan laut untuk menghangatkan diri setelah beberapa 'ronde' berenang di laut dalam.

Banyak ikan besar, termasuk tuna, ikan pedang, marlin, serta sejumlah hiu, diketahui gemar meluangkan waktunya berlama-lama di dekat atau di permukaan laut. Alasannya masih belum jelas. Namun hal ini kerap dilakukan menyusul setelah berenang turun ke perairan dalam - yang diduga untuk mencari makan. Padahal, mereka bernafas dengan insang dan mereka tidak perlu ke permukaan untuk mengambil udara, berbeda dengan paus.



Michele Thums dari University of Western Australian Ocean Institute di Crawley, bersama kolega lainnya memasang tag (penanda) pada beberapa hiu paus - tiga yang dijumpai di Ningaloo Reef in Australia Barat, dan satu di Pulau Christmas.

Alat penanda yang mereka gunakan dirancang agar bisa mencatat informasi rutin tentang kedalaman yang dilalui hiu paus, tingkat cahaya dan temperatur dari air. Hiu-hiu paus tersebut tercatat telah melakukan tiga macam penyelaman: penyelaman 'silih-ganti' di siang dan malam, dimana mereka meluangkan sekitar 10 hingga 20 menit di kedalaman, dan yang ketiga, yang tidak pernah dilaporkan sebelumnya: penyelaman yang sangat lama, sangat dalam selama lebih dari dua jam ! - dan dilanjutkan dengan berlama-lama di permukaan laut.

Temperatur air bervariasi ulai 28 derajat celcius di permukaan, hingga 14 C dari penyelaman terdalam, 300 meter dari permukaan.

Tim peneliti menemukan pola yang jelas: Semakin hangat air yang dijumpai ikan di saat penyelaman, semakin pendek waktu yang diluangkan hiu paus di permukaan setelahnya. Seusai penyelaman yang dalam, dan dingin, mereka meluangkan waktu lebih lama di permukaan, dibanding setelah penyelaman yang lebih dangkal dan lebih hangat.

Penelitian menduga, sebagaimana hipotesis sebelumnya, hiu paus perlu melakukan renang di permukaan (surface swims) untuk mengembalikan suhu tubuhnya ke tingkat yang optimal untuk melakukan proses biologis.

Penempatan tag secara manual pada hiu paus.
Foto: © CI/Mark Erdmann.
A. Bercak kulit yang khas pada tiap individu untuk identifikasi
B. Tag dengan pemancar satelit dipasang pada dorsal fin hiu paus.
Foto: Dr. Mark Meekan / AIMS
Hingga kini sangat sedikit pemahaman biologis tentang hiu paus. Ukuran mereka yang besar dan perilaku migratori (gemar menjelajah) membuat mereka sulit untuk menelliti mereka. Mereka meluangkan waktu yang sangat lama di laut lepas, tidak mudah membuntuti mereka, dan alat penanda juga sering lepas. Tim peneliti harus berusaha keras agar bisa memberi penanda pada empat ikan hiu paus.

Tim mencari hiu paus tersebut terlebih dahulu dengan pesawat terbang, lalu pesawat terbang mengerahkan peneliti lain di perahu ke lokasi tempat hiu paus berada. Setelah menjumpai, tim harus terjun ke air, belum lagi menghadapi kulit hiu paus yang sangat tebal dan kokoh menambah kesulitan pemasangan alat penanda di badan mereka.

Laporan riset mereka menegaskan pentingnya memahami kenapa hiu paus, dan kemungkinan juga pada ikan besar lainnya, meluangkan waktu di permukaan. Sebab pemahaman ini kritis untuk mencari tahu apa yang mengendalikan pergerakan mereka. Memahami pergerakan dan persebaran ikan akan membanti peneliti lebih baik memprediksi respon mereka terhadap perubahan lingkungan, dan tentunya untuk merancang strategi konservasi dan pengelolaan satwa besar ini dengan lebih efektif.

Di Indonesia, Hiu paus (Rhincodon typus) bisa dijumpai di perairan Kwatisore, Kabupaten Nabire, Papua. Hewan dengan sebutan lokal Gurano Bintang ini teramati selalu penampakannya sepanjang musim. Berbeda dengan di Australia yang muncul hanya di musim panas. 

Hewan yang relatif 'jinak' ini semakin tinggi publikasinya di media, membuat minat wisatawan untuk bertemu dengan hiu paus semakin tinggi. Pastinya, keberadaan mereka di permukaan air, dengan tenang dan 'jinak', merupakan bagian rutinitas untuk metabolisme mereka. Pastikan kita tidak andil menggangu proses tersebut.

Referensi

Thums, M., Meekan, M., Stevens, J., Wilson, S., & Polovina, J. (2012). Evidence for behavioural thermoregulation by the world's largest fish. Journal of The Royal Society Interface. Artikel riset bisa diunduh di sini

Selasa, 11 Oktober 2011

Solusi 3 - Ukuran itu penting: Ubah strategi panen ikan kita untuk hindari perubahan evolusioner ikan laut yang tidak alami..


Bagian dari seri '10 solusi untuk perikanan lestari.'

Ikan laut besar sedang didaratkan di pelabuhan.
Foto: blendungcity.com
Berpuluh-puluh tahun kita merasa benar mendorong para nelayan agar mengambil ikan yang terbesar saja. Mengembalikan ikan yang kecil ke laut agar memberikan kesempatan ikan kecil untuk tumbuh dan bereproduksi, sehingga keberlanjutan cadangan ikan masa depan terjamin - seperti itulah gambaran umumnya.

Namun, temuan riset terkini menjadi pelajaran bahwa cara tangkap 'pilih-pilih ukuran' semacam itu membawa dampak berlawanan dari yang kita kira.

Tidak cuma semakin kecil ukuran ikan yang berkembang biak dalam sebuah stok / populasi, namun ternyata mereka jadi semakin sulit untuk bertahan hidup dan bereproduksi - saat aktifitas penangkapan ikan mereda.

Demi populasi ikan yang lestari, siapa saja yang andil dalam mengelola praktik penangkapan ikan perlu merubah strategi panen mereka, agar perubahan evolusioner (evolusionary change) ikan laut di masa depan yang lebih sesuai, sekaligus menghindari penangkapan berlebih (overfishing).

Perikanan kita harus juga harus mulai melepaskan kembali sebagian besar ikan-ikan laut ukuran besar dewasa yang rutin ditangkap. Ternyata mengurangi jumlah tangkapan saja tidak cukup.

Jika ikan besar tidak ada yang disisakan, hanya mengandalakan kendali jumlah ikan yang tangkap sebagai patokan lestari, maka cadangan ikan laut di masa depan mungkin bisa pulih secara jumlah - namun tidak dalam ke keadaan fisiologis 'normal' mereka. Sebab mereka sudah mengalami evolusi pertumbuhan dan reproduksi yang jauh dari karakteristik aslinya.

Namun hingga saat ini, banyak ahli berasumsi bahwa perubahan evolusi hanya terjadi sangat lambat pada ikan laut liar - membutuhkan ribuan tahun - sehingga bisa diabaikan. Ikan laut liar juga diduga pertumbuhannya akan lebih cepat di kawasan yang ditangkap berlebih, sebab ikan yang berkompetisi untuk 'berebut' makanan lebih sedikit.

Ternyata, arus temuan dari penelitian terkini pada ikan laut liar dan juga yang di-biak-kan, juga dari simulasi ekologi ikan; temukan bahwa: pola panen ikan yang 'pilih-pilih ukuran' (size selective) bisa sebabkan perubahan genetik drastis yang memicu: (1) pertumbuhan ikan yang lebih lambat dan (2) ukuran dewasa yang lebih kecil dan dalam usia lebih muda / dewasa-dini.

Jika regenerasi ikan berlanjut terus demikian maka manusia memicu perubahan evolusi bisa terjadi lebih cepat. Hasil penelitian laboratorium menduga bahwa, dalam kondisi demikian yang berlanjut hanya dalam beberapa lapis generasi ikan, makan hasil panen/tangkapan ikan laut bisa berkurang hingga 50 persen.

Jika kita memang ingin menyisakan ikan lestari untuk generasi masa depan, maka pastikan generasi kita saat ini:
  1. tidak menangkap berlebih (tangkap ikan dalam jumlah yang lestari),
  2. mulai berkomitmen mengelola kawasan larang tangkap (agar ada ruang pasti agar jumlah, ukuran, dan jenis ikan bisa pulih), dan 
  3. jangan pilih-pilih ukuran ikan yang ditangkap untuk jenis ikan laut liar yang bermigrasi (tetapkan ukuran maksimum dan minimum lestari untuk di tangkap).
Yang paling mengkhawatirkan ialah perubahan evolusioner ikan terpantau saat sudah terlajnur terjadi, dan membalikan keadaan ekologis alami ikan laut bisa dikatakan hampir tidak mungkin - diluar kemampuan manusia.

Yang jelas, ini semua tanggungan generasi manusia saat ini yang masih hidup, yang terus mengeruk ikan laut ribuan ton-demi-ribuan-ton, dalam menit-demi-menit.

Ikan laut memiliki ukuran dewasa yang beragam. Manusia perlu cermat memilih ukuran besar dewasa ikan yang ditangkap,  dan juga menyisakan ikan besar dewasa dalam jumlah besar di lautan.
Foto: http://www.pac.dfo-mpo.gc.ca

Digubah kembali dari kutipan tulisan David Conover oleh Siham Afatta