Tampilkan postingan dengan label Coral Triangle Iniitatives / Inisiatif Segitiga Karang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Coral Triangle Iniitatives / Inisiatif Segitiga Karang. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Mei 2009

Sisi Lain Coral Triangle Initiatives dan World Ocean Conference dalam Artikel-artikel WALHI.


Sejalan dengan persiapan hingga pasca pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) di Manado, WALHI dengan gencarnya terus melontarkan isu kemanusiaan khususnya seputar hak nelayan tradisional lokal yang terabaikan pemerintah selama ini. Dalam situsnya, WAHLI mem-posting berbagai artikel (klik disini) yang memberikan perspektif lain yang perlu kita cermati dalam memahami salah satu akar permasalahan kerusakan lingkungan laut di Indonesia. Dalam salah satu artikelnya berjudul "Menggusur Nelayan, Menenggelamkan Keadilan Iklim" secara kritis Walhi mengajak kita untuk melihat sisi lain kesadaran bahwa persoalan lingkungan juga berakar pada birokrasi dan keputusan-keputusan politis yang dibuat pemerintah (download disini). Dapat dilihat hubungan antara kerusakan lingkungan dan keputusan politis, sehingga tidak mungkin memisahkan persoalan lingkungan hidup dengan proses pengambilan keputusan di pemerintahan. WALHI juga mengungkapkan bahwa Coral Triangle Initiatives (CTI) dan WOC, jika masyarakat tidak mawas, keuntungan kelestarian perikanan dan terumbu karang hanya akan mengalir pada korporasi besar serta pengelola pariwisata eksternal - sekali lagi masyarakat lokal terabaikan. Untuk listing publikasi mereka bisa dilihat disini.

Kutipan dari awal artikel "Menggusur Nelayan, Menenggelamkan Keadilan Iklim", yang menurut saya kritik tajam bagi pemerintah yang kurang merefleksikan urgensi isu bagi masyarakat lokal:

"Indonesia hopes the Manado meeting will discuss carbon trading becœause the marine environment has contributed a lot to global warming, said Maritime Affairs and Fisheries by Minister Freddy Numberi.

Menjelang pelaksanaan World Ocean Summit (WOC), pernyataan Menteri Kelautan Indonesia diatas terkesan ironi. Tak hanya menunjukkan kedangkalan pikir seorang pejabat negara tentang akar persoalan perubahan iklim, serta kaitannya dengan potensi sumberdaya laut. Tapi juga potret telanjang pemerintahan yang lebih suka menempuh jalan pintas, merendahkan kedaulatan sendiri, dengan menuntut dana receh negara-negara industri yang paling bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perubahan iklim."

Kamis, 16 April 2009

Coral Triangle Initiative: Komitmen Terbesar Kita Saat Ini untuk Terumbu Karang?

'Coral Triangle Boundaries'
J.E.N Veron/Coral Geographic

Dalam posting sebelumnya (klik di sini) terkutip beberapa kemunduran dalam konservasi karang antara 2004-08. Namun, Wilkinson (2008) juga menyebutkan beberapa langkah positif dalam politik dan ekonomi oleh beberapa negara, termasuk Indonesia. 


Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, mengawali Inisiasi Segitiga Karang / Coral Triangle Initiative (CTI) dalam surat resmi ditujukan kepada Convention on Biological DIversity (CBD) Conference of The Parties di Brazil tahun 2006 lalu. Beliau menyampaikan pentingnya konservasi kawasan Coral Triangle (CT) sebagai bagian usaha masyarakat global untuk menekan penurunan biodiversitas di kawasan tersebut. Agustus 2007 beliau mengundang 7 pejabat baik regional dan luar negeri untuk menandatangani 'Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, serta  Ketahanan Pangan' dengan tujuan bersama melestarikan kawasan tersebut untuk menjaga nilai-nilai ketahanan pangan dalam perikanan regional. Inisiatif tersebut secara resmi diliuncurkan dengan dukungan 21 pejabat tinggi dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Summit di Sydney, September 2007.  


Kawasan  CT mencakup Zona Ekonomi Esklusif Indonesia Tengah dan Timur, Timor Leste, Filipina, Borneo Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Meskipun hanya melingkupi 2% dari lautan dunia, kawasan ini merupakan 'kawasan inti/hotspot' biodiversitas global dimana terdapat lebih dari 75% spesies karang, 35% terumbu karang dunia, sekitar 3000 lebih spesies ikan serta area bakau/mangrove terluas di dunia. Kawasan Segitiga Karang juga merupakan nursery ground dan rute migrasi bagi tuna dan billfish, paus, lumba-lumba, pari manta, hiu paus, dugong dan banyak lagi mamalia laut. Kesemuanya merupakan sumberdaya pendukung sosioekonomi bagi 120 juta orang dikawasan tersebut, dimana sebagian besar bergantung sepenuhnya pada biodiversitas sumberdaya tersebut.kawasn ini juga  memiliki nilai ekonomis tinggi bagi negara-negara yang bergantung pada perkanan tuna dan pariwisata bebasis alam, ditambah lagi dengan mangrove dan terumbu karang yang melindungi garis pesisr yang sensitif akan kerusakan akibat tsunami. Total estimasi nilai Terumbu Karang di kawasan ini setiap tahunnya mencapai US$ 2.3 milyar.


Saat ini terumbu karang terus mengalami degradasi yang cukup besar akibat polusi, over-fishing (penangkapan  ikan berlebih), termasuk praktek perikanan merusak dan ilegal; pembangunan pesisir yang tidak ramah lingkungan dan deforestasi; serta perubahan iklim - kesemuanya dipengaruhi aktifitas populasi besar manusia - dimana telah ditengahkan kriteria utama untuk dalam dalam aktivitas CTI antara lain:

  • Mendukung inisiatif yang berorientasi masyarakat dalam konservasi biodiversitas, pembangunan ramah lingkungan / sustainable development, pengentasan kemiskinan dan kesetaraan pembagian keuntungan (equitable benefit sharing);
  • Aktifitas konservasi berdasarkan sains/ilmiah yang reliable;
  • Kegiatan yang terpusat pada tujuan kuantitatif dan penetapan pada tingkatan politik tertinggi;
  • Menggunakan forum-forum yang sudah ada atatupun akan dibentuk dalam melaksanakan implementasi;
  • Mensejajarkan dengan komitmen-komitmen regional dan internasional;
  • Menyadari keadaan transboundary akan keberadaan sumber daya alam laut ini;
  • Mengedepankan prioritas geografis;
  • Berkerjasama dengan beragam stakeholder;
  • Memahami keunikan, kerapuhan dan kerentanan ekosistem kepulauan.


Langkah awal dari CTI ialah untuk mengamankan pendanaan yang sudah berjalan serta menetapkan rencana untuk menjamin pendanaan untuk jangka panjangnya; yang kemungkinan didapat melalui dana hibah, dana kelembagaan atau anggaran nasional. Saat ini CTI didukuing oleh Global Environmental Facility, Asian Development Bank, Pemerintah AS dan Australia; serta melalui kemitraan unik antara 3 NGO besar, World Wildlife Fund (WWF), the Nature Conservancy (TNC), dan Conservation International (CI); dengan dana hingga kini sebesar US$ 300 juta. Negara-negara CTI akan membutuhkan dukungan donor serta lembaga eksternal dan kesuksesannya hanya bisa dijamin jika dunia menanggapi ancaman jangka panjang dari perubahan iklim dengan serius.


Referensi: Wilkinson, C. (2008) Status of Coral Reefs of The World: 2008. Global Coral Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Centre, Townsville, Australia, 296 p.