Kamis, 16 April 2009

Coral Triangle Initiative: Komitmen Terbesar Kita Saat Ini untuk Terumbu Karang?

'Coral Triangle Boundaries'
J.E.N Veron/Coral Geographic

Dalam posting sebelumnya (klik di sini) terkutip beberapa kemunduran dalam konservasi karang antara 2004-08. Namun, Wilkinson (2008) juga menyebutkan beberapa langkah positif dalam politik dan ekonomi oleh beberapa negara, termasuk Indonesia. 


Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, mengawali Inisiasi Segitiga Karang / Coral Triangle Initiative (CTI) dalam surat resmi ditujukan kepada Convention on Biological DIversity (CBD) Conference of The Parties di Brazil tahun 2006 lalu. Beliau menyampaikan pentingnya konservasi kawasan Coral Triangle (CT) sebagai bagian usaha masyarakat global untuk menekan penurunan biodiversitas di kawasan tersebut. Agustus 2007 beliau mengundang 7 pejabat baik regional dan luar negeri untuk menandatangani 'Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, serta  Ketahanan Pangan' dengan tujuan bersama melestarikan kawasan tersebut untuk menjaga nilai-nilai ketahanan pangan dalam perikanan regional. Inisiatif tersebut secara resmi diliuncurkan dengan dukungan 21 pejabat tinggi dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Summit di Sydney, September 2007.  


Kawasan  CT mencakup Zona Ekonomi Esklusif Indonesia Tengah dan Timur, Timor Leste, Filipina, Borneo Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Meskipun hanya melingkupi 2% dari lautan dunia, kawasan ini merupakan 'kawasan inti/hotspot' biodiversitas global dimana terdapat lebih dari 75% spesies karang, 35% terumbu karang dunia, sekitar 3000 lebih spesies ikan serta area bakau/mangrove terluas di dunia. Kawasan Segitiga Karang juga merupakan nursery ground dan rute migrasi bagi tuna dan billfish, paus, lumba-lumba, pari manta, hiu paus, dugong dan banyak lagi mamalia laut. Kesemuanya merupakan sumberdaya pendukung sosioekonomi bagi 120 juta orang dikawasan tersebut, dimana sebagian besar bergantung sepenuhnya pada biodiversitas sumberdaya tersebut.kawasn ini juga  memiliki nilai ekonomis tinggi bagi negara-negara yang bergantung pada perkanan tuna dan pariwisata bebasis alam, ditambah lagi dengan mangrove dan terumbu karang yang melindungi garis pesisr yang sensitif akan kerusakan akibat tsunami. Total estimasi nilai Terumbu Karang di kawasan ini setiap tahunnya mencapai US$ 2.3 milyar.


Saat ini terumbu karang terus mengalami degradasi yang cukup besar akibat polusi, over-fishing (penangkapan  ikan berlebih), termasuk praktek perikanan merusak dan ilegal; pembangunan pesisir yang tidak ramah lingkungan dan deforestasi; serta perubahan iklim - kesemuanya dipengaruhi aktifitas populasi besar manusia - dimana telah ditengahkan kriteria utama untuk dalam dalam aktivitas CTI antara lain:

  • Mendukung inisiatif yang berorientasi masyarakat dalam konservasi biodiversitas, pembangunan ramah lingkungan / sustainable development, pengentasan kemiskinan dan kesetaraan pembagian keuntungan (equitable benefit sharing);
  • Aktifitas konservasi berdasarkan sains/ilmiah yang reliable;
  • Kegiatan yang terpusat pada tujuan kuantitatif dan penetapan pada tingkatan politik tertinggi;
  • Menggunakan forum-forum yang sudah ada atatupun akan dibentuk dalam melaksanakan implementasi;
  • Mensejajarkan dengan komitmen-komitmen regional dan internasional;
  • Menyadari keadaan transboundary akan keberadaan sumber daya alam laut ini;
  • Mengedepankan prioritas geografis;
  • Berkerjasama dengan beragam stakeholder;
  • Memahami keunikan, kerapuhan dan kerentanan ekosistem kepulauan.


Langkah awal dari CTI ialah untuk mengamankan pendanaan yang sudah berjalan serta menetapkan rencana untuk menjamin pendanaan untuk jangka panjangnya; yang kemungkinan didapat melalui dana hibah, dana kelembagaan atau anggaran nasional. Saat ini CTI didukuing oleh Global Environmental Facility, Asian Development Bank, Pemerintah AS dan Australia; serta melalui kemitraan unik antara 3 NGO besar, World Wildlife Fund (WWF), the Nature Conservancy (TNC), dan Conservation International (CI); dengan dana hingga kini sebesar US$ 300 juta. Negara-negara CTI akan membutuhkan dukungan donor serta lembaga eksternal dan kesuksesannya hanya bisa dijamin jika dunia menanggapi ancaman jangka panjang dari perubahan iklim dengan serius.


Referensi: Wilkinson, C. (2008) Status of Coral Reefs of The World: 2008. Global Coral Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Centre, Townsville, Australia, 296 p. 

1 komentar:

savedesea mengatakan...

Mudah-mudahan CTI bisa dipertahankan, agar kelestarian ekosistem laut di kawasan tsb bisa tetap terjaga..

Salam kenal