Saat ini jumlah manusia sudah mencapai tiga kali lipat dari jumlah di waktu orang tua saya baru lahir di awal 1940-an. Sebagian dari populasi ini hidup di negara maju dan daya konsumsi mereka jauh lebih besar dari individu di jaman orang tua saya lahir. Dalam jumlah yang lebih besar lagi, ada mereka yang di negara berkembang s eperti India, Cina, Indonesia, dalam populasi yang berkembang dengan sangat pesat, dan tentunya, bersamaan dengan penggunaan sumber daya alam. Populasi dunia diperkirakan akan tumbuh dari 6.7 milyar (saat ini) hingga 9.2 milyar di 2050 nanti, dan mayoritas dari manusia akan tinggal di kawasan pesisir di negara berkembang, sepertihalnya di Indonesia yang saat ini mencapai 220 juta orang. Bahkan dengan kenyataan seperti ini, diskusi kebijakan di dunia, mulai pemerintahan hingga persepsi tiap individu manusia saat ini umumnya menolak kenyataaan, bahwa manusia adalah pusat permasalahan.
Kemanusiaan telah lama berperan dalam exploitasi berlebih bagi perikanan. Di masa lalu, ketika manusia mampu berpindah ke kawasan tangkap baru, mereka meng-exploitasi populasi ikan yang baru pula. Di masa itu, si penangkap ikan berpindah tempat hanya ketika dia mengincar ikan di tempat yang berbeda; keadaan dimana 'jangkauan ekologis' kita masih sempit. Saat ini, populasi manusia mampu menjangkau ke kawasan tangkap baru namun dengan armada besar, lebih cepat tempuh-nya dan mampu menetap dalam waktu yang lama. Di abad 21 inilah seluruh manusia di dunia terlibat dalam' 'memancing ikan', baik langsung ataupun tidak langsung. Kita semua bisa meminta ikan, tidak hanya yang memiliki armada tangkap ikan saja - semua terlibat memberi tekanan pada perikanan. Satu contoh tekanan adalah ikan Kerapu, dan segala ikan atau hewan dari terumbu karang, yang saat ini terus diekstraksi untuk sebagai pasokan ikan hidup untuk restoran; ssepertihalnya di Hongkong disajikan trutama bagi masyarakat Asia di negara-negara berkembang. Terus tumbuhnya permintaan manusia akan ikan, khususnya produk ikan karang / reef fish, telah mempercepat runtuhnya / collapse banyak kawasan perikanan karang global - dengan kenyataan pahit terasa di masyarakat lokal pesisir dengan ikan yang hilang. Nelayan lokal dengan armada sederhana semakin jarang menangkap ikan, dan semakin jauh tempat rangkap baru - jangankan kebutuhan perdagangan ikan, kebutuhan ikan untuk makan sehari-haripun sulit. Demikian pula dengan masih sedikitnya spesies ikan karang saat ini yang didaftar IUCN sebagai 'terancam punah' / endangered. Selain penangkapan berlebih / overfishing, bertambahnya populasi manusia di pesisir juga menggerogoti tempat tingga ikan, yaitu terumbu karang; melalui pembangunan pesisir yang tidak sesuai serta polusi. Ditambah lagi dampak perubahan iklim bagi laut - kontribusi dari penduduk dunia yang terus menggunakan bahan bakar minyak dan fosil saat ini.
Masalah utama bagi terumbu karang dan perikanan saat ini ialah, permintaan Kita (manusia) yang terus tumbuh melebihi apa yang bisa diberikan oleh alam. Sistem ekonomi global manusia saat ini - mau tidak mau kita semua terlibat - cenderung ke arah ekstraksi alam. Roda sIstem pemerintahan yang di adopsi dinegara-negara berkembang saat ini juga tidak mengarah dalam kelestarian alam. Politik kita seakan-akan masih menerjemahkan 'pertumbuhan ekonomi' sebagai 'penggerogotan lingkungan'. Bahkan ekonomi-pun tidak menjamin sumberdaya yang diambil bisa tersebar rata di masyarakat - armada perikanan besar untuk perikanan regional terus menekan kesempatan perikanan lokal. Saat ini pertanyaan yang cenderung selalu muncul ialah 'Seberapa banyak ikan yang masih bisa kita ambil? sementara nanti anak cucu kita bertanya 'Seberapa banyak ikan dan terumbu karang yang tersisa untuk kami?. Bahkan terjadinya pengerusakan lingkungan, dengan halus kita menyebutnya 'dampak manusia' bukan 'ulah manusia'.
'Masyarakat lokal yang tertekan ketika populasi ikan predator (contoh: Kerapu) menurun dan sulit didapat. Disini masyarakat pesisir lokal mulai mengincar ikan herbivor (contoh: Kakatua) di trofi lebih rendah. Ikan herbivor penting keberadaanya untuk menjaga terumbu karang tidak diselimuti oleh alga. Jika alga menyelimuti karang, proses pemulihan karang serta dampak perubahan iklim mempercepat laju degradasi terumbu karang lokal.'
Joshua Cinner, ARC Center of Excellence/Marine Photobank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar