Minggu, 10 Mei 2009

Pengelolaan Lingkungan (1) - dalam beberapa sudut pandang.

Apakah kita saat ini sedang mengelola lingkungan atau hanya mengelola ekologi? Pentingkah pertanyaan ini? Namun, keduanya berbeda menurut Sale (2008) dan telah memberikan paradigma besar bagi masyarakat global dalam memanfaatkan sumberdaya dunia.

Menurutnya saat ini dalam proses 'pengelolaan lingkungan', umumnya dilakukan secara 'gegabah’ tanpa pertimbangan ilmiah, khususnya disaat para pemangku asaz (stakeholder), dengan kepentingan mereka yang berbeda-beda, mulai mencari jalan tengah untuk mempertahankan barang dan jasa yang bisa mereka ambil dari ekosistem alam. Di satu sisi, ada sektor swasta dan sebagian besar cabang pemerintahan terus mencari ruang, energi, air dan sumberdaya yang bertujuan untuk membangun roda perekonomian yang menyediakan lapangan kerja, kemakmuran dan produk bernilai untuk masyarakat, diantaranya pangan. Di lain sisi, ada mereka (yang umumnya lemah dalam kekuasaan politik) yang menghidupi dirinya dengan meng-ekstraksi sumberdaya alam (e.g. ikan oleh nelayan) dan mereka sepenuhnya berharap agar bisa terus melakukan itu. Dalam situasi seperti ini pengelolaan cenderung berpihak pada 'kebutuhan manusia' ketimbang 'kebutuhan alam'.

Koloni karang diambil sebagai bahan bangunan untuk membuat dinding yang menahan naiknya muka air laut di Pulau Guraici, Halmahera, Indonesia. Sebuah contoh nyata efek domino negatif saling terkait antara sosial, ekonomi, dan ekologi. (Andrew H Baird/Marine Photobank.)

Di pihak berlawanan, ada mereka (para konservasionis) yang selalu melihat gambaran besar pentingnya kelestarian barang dan jasa yang didapat dari ekosistem (pengelolaan ekosistem), bahkan terkadang hingga mengorbankan pekerjaan atau kesejahteraan ekonomi mereka. Dalam situasi seperti ini pengelolaan seakan berpihak pada 'kebutuhan alam' ketimbang 'kebutuhan manusia'. Di pihak yang sama ada masyarakat sains (ekolog, ilmuwan) yang seakan-akan terus berkorban dengan tidak mendapat jatah, namun ternyata tidak juga. Mereka juga bisa 'melebihi jatah' ketika sebagian besar argumen ilmiah saat ini berpihak dengan masyarakat konservasionis ketika terlalu terbawa dalam arah penegasan kepedulian lingkungan mereka, sehingga keadaan alam disampaikan tidak dengan apa adanya, mengesampingkan ‘kebutuhan manusia’. Apakah ini yang ideal?

Kenyataanya ialah, saat ini, menurut Sale (2008), untuk menjadi 'pengelola alam' adalah mereka yang mencoba untuk mengelola dampak manusia (menjaga kebutuhan ekosistem) sekaligus mengatur berbagai pihak diatas mengambil jatah keuntungan dari keberadaan ekosistem alam (menjaga kebutuhan sosioekonomi). Mengelola alam dalam sudut pandang  sosio-ekonomi-ekologi. Jika saat ini kita menyatakan diri kita sebagai 'pengelola alam', pertanyaanya ialah: Apakah kita sudah bisa mempertimbangkan semua kebutuhan tersebut? Manakah  kebutuhan yang terabaikan? Apakah sosial, ekonomi, ataukah ekologi yang akan dikesampingkan.

Referensi:

Sale, P. F. 2008. Management of coral reefs: Where we have gone wrong and what we can do about it. Marine Pollution Bulletin 56:805-809.

Tidak ada komentar: