Saat ini, konsep Marine Protected Area (MPA) / Daerah Perlindungan Laut (DPL) kerap digunakan dalam tujuan konservasi keanekaragaman dan perlindungan habitat terumbu karang. Namun, idealnya, konsep tersebut bisa tercapai dengan baik lagi jika: (1) Kawasan Perlindungan benar-benar melindungi sebagaimana direncanakannya dan (2) ditambahnya cakupan ruang perlindungan bagi terumbu lebih dari yang sudah terwujud saat ini. Saat ini MPA terus tumbuh, namun sayangnya, fenomena 'paper park' / 'taman kertas' juga cenderung bangkit. Paper park terjadi ketika MPA - yang umumnya berdiri dibawah slogan 'National Park' atau 'Taman Nasional' -terwujud dalam bentuklegislasi (aturan, kebijakan), namun tanpa perubahan prilaku manusia yang berada dalam MPA tersebut. Keadaan ini terjadi pada kebanyakan MPA saat ini, dengan alasan yang umumnya terkait dengan kesejahteraan (sumber daya manusia dan infrastruktur) dan kemauan (kesadartahuan dan kapasitas untuk berubah). Antusiasme pemerintah untuk menyatakan suatu kawasan sebagai MPA, didukung landasan hukum dan ilmiah terkait (kadang tergesa-gesa dan mengabaikan faktor sosio-ekonomi), dan kecenderungan pemerintah dalam mengetengahkan hukum/kebijakan ketimbang menyalurkan dana; semuanya berkontribusi pada mewabahnya fenomena ini - khususnya di negara berkembang.
Great Barrier Reef Marine Park (Australia), kawasan terumbu karang terluas dengan pengelolaan terbaik di dunia saat ini, baru-baru ini mengembangkan luas kawasan yang dilindunginya (hinga 30% dari sekitar 340.000 km2 terkelola sebagai kawasan larang tangkap) - prestasi besar bagi manusia saat ini - namun in masih tidak mendekati cukup. Saat ini, usaha manusia mewujudkan MPA relatif masih sangat rendah, hanya 18.1% dari total luasan terumbu di dunia saat ini. Sayangnya lagi, hanya 1.6% seluruh kawasan MPA dunia sat ini tergolong 'efektif terkelola' atau bebas dari fenomena 'paper park'. Kurangnya kemampuan ilmiah kita, khususnya dalam menentukan berapa besar cakupan daerah yang mesti dilindungi dari kegiatan ekstraktif, ditambah pengabaianbesar faktor sosio-ekonomi manusia yang berada dalam MPA tersebut; kesemuanya berkontribusi dalam cacatnya usaha pemerintah dalam mengembangkan perlindungan terumbu. Namun satu hal yang nyata ialah saat ini kita membutuhkan perlindungan terumbu yang jauh lebih besar dibanding yang sudah kita capai saat ini - dengan segala permasalahan 'paper park' dan pengabaian kebutuhahan sosio-ekonomi masyarakat lokal yang umumnya terabaikan di sistem pemerintahan dan perekonomian negara berkembang tropis saat ini. Sebuah PR besar bagi pemerintah dan masyarakatnya.
Referensi
- Mora, C., Andrefouet, S., Costello, M.J., Kranenburg, C., Rollo, A., Veron, J., Gaston, K.J., Myers, R.A., 2006. Coral reefs and the global network of marine protected areas. Science 312, 1750–1751.
- Sale, P.F., Cowen, R.K., Danilowicz, B.S., Jones, G.P., Kritzer, J.P., Lindeman, K.C., Planes, S., Polunin, N.V.C., Russ, G.R., Sadovy, Y.J., Steneck, R.S., 2005. Critical science gaps impede use of no-take fishery reserves. Trends in Ecology and Evolution 20, 74–80.
Sebuah perahu bermotor padat dengan nelayan, dalam sebuah Taman Laut Nasional. Apakah mereka juga mendukung kelestarian populasi ikan dan kesehatan karang, ataukah sebaliknya? Apakah kawasan perlindungan laut memperhatikan kebutuhan mereka? Apakah mereka mendukung kebijakan dan usaha konservasi di kawasan perlindungan laut? Sesuaikah jika mereka beralih ke mata pencaharian lain untuk memberi kesempatan populasi ikan pulih? Apakah daerah perlindungan laut juga memberi solusi untuk perlindungan ekonomi mereka? Bagaimanakah dengan ekonomi pariwisata, apakah keuntungan mengalir untuk penduduk lokal dan mendukung usaha konservasi daerah perlindungan laut, ataukah lari ke lapisan masyarakat yang tidak memberi kontribusi sosio-ekonomi-ekologis untuk di kawasan terumbu lokal? PR besar.
(Foto: Ove Hoegh-Guldberg, Centre for Marine Studies, The University of Queensland)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar