Sabtu, 09 Januari 2010

Pengasaman laut mengganggu pendengaran mamalia laut ?



Lumba-lumba.
Foto dari Peebee23 di iStockPhoto.com

Terus bertambahnya karbon dioksida di atmosfir Bumi meyebabkan lautan semakin asam (acidic ocean). Kenyataannya, pengasaman laut menjadi juga bagian pemicu matinya karang sehingga alga berlebihan hingga tulang rongga telinga ikan yang terlalu besar. Tidak itu saja, perubahan kimia laut juga diduga merubah nuansa akustik di laut dalam, menurut penelitan terkini diterbitkan online dalam laporan Nature Geoscience; sehingga suara diterima lebih keras di telinga hewan yang bergantung pada suara untuk navigasi di kedalaman.

Saat ini, yang lagi sengit diperdebatkan adalah menurunnya laju pengapuran pada hewan laut (karang, udang, kerang-kerangan, dll.) sebagai dampak negatif pengasaman laut. Namun, saat ini yang masih kurang diantisipasi adalah konsekuensi pengasaman laut terhadap penyerapan suara di bawah air.

Ketika lautan menjadi lebih asam - akibat sumbangan besar karbon dioksida manusia saat ini - kandungan zat kimia peredam-suara (seperti magnesium sulfat dan asam borat) menurun, sehingga suara, terutama gemuruh ber-frekuensi rendah (hingga 5.00 Hertz), bisa merambat lebih jauh

Menggunakan prediksi lepasan karbondioksida dan model lautan dunia, para peneliti menemukan bahwa penyerapan suara bisa menurun hingga 60 persen di perairan lintang atas dan dalam dalam tiga abad kedepan. Ditambah dengan kebisingan berfrekuensi rendah dari aktifitas manusia, seperti konstruksi, pelayaran dan sonar, maka telinga penghuni laut disajikan kegaduhan yang terus bertambah.

Pemimpin riset tersebut, Tatiana Ilyina dari the School of Ocean and Earth Science and Technology di the University of Hawaii, Honolulu; memprediksikan bahwa setelah abad ke-21 ini, kemampuan penyerapan suara oleh zat kimia laut untuk kisaran frekuensi 100 hingga 10 Hertz akan menurun hingga separuh di kawasan yang mendapat terpaan suara dari aktifitas industri.

'Dengungan' frekuensi-rendah secara alami terjadi karena gelombang dan hujan di permukaan laut - begitupula dari hewan itu sendiri. Namun, Ilyina dan rekan menegaskan bahwa, terlalu banyaknya suara berfrekuensi rendah memberikan sejumlah pengaruh pada kehidupan laut dalam tingkah laku dan biologis, termasuk kerusakan jaringan tubuh, terdamparnya Cetacean (pe-paus-an) dan hilang pendengaran sementara pada lumba-lumba.

Tentunya, bertambahnya jarak tempuh suara sebenarnya dapat membatu ketajaman pendengaran beberapa hewan, membuat jangkauan komunikasi antar-paus saat ini lebih jauh lagi. Ilyina juga menulis bahwa spesies laut beradaptasi dengan beragam kekuatan suara, namun, konsekuensi meningkatnya transmisi suara jarak-jauh dalam frekuensi suara yang penting bagi mamalia laut masih belum diketahui.


Tidak ada komentar: