Kamis, 19 Maret 2015

Ancaman perubahan iklim terhadap pemutihan karang serta dampaknya bagi Nelayan Indonesia

Danie Almalik

Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan iklim tropis sebab letaknya di antara 6° LU dan 11° LS, yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Iklim dan posisi geografis ini yang membuat Indonesia salah satu Negara paling kaya akan keanekaragaman dan kelimpahan hayati terutama di lautan. Indonesia telah disebut sebagai megacenter of biodiversity karena keanekaragaman terumbu karang mencapai lebih dari 480 spesies karang keras mencakup 60% dari spesies karang yang telah di identifikasi didunia, dan keanekaragaman ikan karang mencapai lebih dari 1650 spesies.

Hal ini menguntungkan masyarakat Indonesia sendiri khususnya masyarakat pesisir yang umumnya bekerja sebagai nelayan karena akan berdampak dalam perkembangan sosial-ekonomi mereka. Hal ini diperkuat dengan data Direktorat Jendral Perikanan tahun 2000 yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah masuk dalam Negara-negara penangkap ikan utama di urutan ke-enam setelah Peru, Rusia, USA, Jepang, dan China dengan jumlah tangkapan mencapai 3,70 juta ton per tahunnya.

Peta Indonesia sebagai negara kepulauan.
(Sumber: Wikipedia)
Namun saat ini bumi telah mengalami perubahan pola iklimnya sebab perubahan komposisi gas di lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi. Beberapa jenis gas ini disebut ‘gas rumah kaca’ sebab sifatnya yang memerangkap energi panas serta mengatur suhu bumi. Dalam bidang agrikultur, rumah kaca adalah bangunan berdinding dan atap kaca yang digunakan petani untuk menjaga kesetablilan suhu untuk menumbuhkan jenis-jenis tanaman tertentu di dalamnya.

Terkait ini, ‘efek rumah kaca’ adalah fenomena penghangatan permukaan bumi dan lapisan di bawah atmosfer yang bersumber dari energi matahari. Energi matahari masuk ke bumi melalui lapisan atmosfer yang transparan, tanpa mengalami perubahan dan kemudian memanaskan permukaan bumi. Namun radiasi infra merah yang terlepas dari permukaan bumi sebagian diserap oleh beberapa jenis gas di atmosfer. Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu gas rumah kaca. Secara alami gas  CO2    terkandung secara diudara dalam jumlah kecil dan aman bagi manusia. 
Efek rumah kaca.
(Sumber: Coralwatch)
Prof. Stephan I Zeeman dari University of New England Department of Marine Science dalam seminar nasional yang berjudul ‘Impact of Global Climate Change on Marine Resources Conservation’ pada tanggal 12 maret 2015 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang menyampaikan bahwa pada ilmuan sepakat bahwa salah satu penyebab perubahan iklim adalah manusia. Pembakaran minyak bumi dan batu bara oleh manusia telah meningkatkan jumlah CO yang dibebaskan ke atmosfer melebihi keadaan di masa sebelum Revolusi Industri. Data yang direkam bulan Februari 2015 ini dari Mauna Loa Observatory di Institute of Oceanography menunjukkan bahwa konsentrasi CO di atmosfir Bumi sudah mencapai 399.85 ppm (bagian- per-juta/part-per-million) pada sudah melampui batas aman bagi bumi yaitu 350 ppm.

Peningkatan gas rumah kaca mengakibatkan diantaranya peningkatan suhu rata-rata atmosfer bumi. Peningkatan suhu dan konsentrasi COdi atmosfer memiliki efek yang sangat besar terhadap pola iklim dan cuaca. Prof. Stephan I Zeeman juga menyebutkan dampak perubahan iklim diantanya adalah banjir, erosi pantai, badai yang lebih besar. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan laut seperti pemutihan karang, dan kerusakan habitat. Bapak Purwanto dari The Nature Conservancy untuk Indonesia dalam seminar yang sama menjelaskan saat ini salah satu ancaman besar dari dampak perubahan iklim di Indonesia adalah pemutihan karang.

Zooxanthella yang hidup bersimbiosis dalam lapisan jaringan hidup hewan karang (lihat inset kanan).
(Sumber: (Dean & Kleine, 2011)
Peningkatan suhu menjadi penyebab utama terjadinya pemutihan karang, sejenis alga mungil ber-sel tunggal yang di sebut 'zooxhantella' hidup didalam lapisan terdalam (gastrodemis) hewan karang yang sehat. Zooxhantella memberi nutrisi pada karang sekaligus memberi warna pada karang. Sebaliknya karang berperan sebagai inang bagi zooxhantella untuk hidup dalam sebuah hubungan yang menguntungkan. Bila karang terganggu dan mengalami stress, alga ini akan terlepas sehingga warna karang akan memucat, inilah yang disebut ‘pemutihan karang’ atau coral bleaching.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif di lautan. Hal ini menjadikan terumbu karang sebagai ekosistem dengan potensi keragaman spesies biota yang paling tinggi dilaut sekaligus memegang nilai ekonomis sangat tinggi. Terumbu karang merupakan habitat bagi ratusan jenis ikan-ikan karang. Termasuk diantaranya ikan karang komersil bernilai ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, ikan kakap merah, dan ikan karang ekonomis lainnya.

Pemutihan pada hewan karang jenis Acropora sp.
(Sumber: Ekspedisi Corallium XVI – Pulau Nyamuk, Kep. Karimunjawa. MDC)
Fenomena pemutihan karang yang semakin sering terjadi dan semakin meluas membuat terancamnya masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Rusaknya terumbu karang sebagai tempat berlindung, mengasuh, dan mencari makan bagi ikan; berarti hilangnya potensi regenerasi ikan di masa depan; serta ancaman bagi aset ikan yang penting mata pencaharian bagi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya saat ini dan di masa depan.

Dalam kurun waktu yang sulit diperkirakan, dan perubahan yang sulit dideteksi, semakin seringnya pemutihan karan akan membuat hasil tangkapan nelayan menurun dan akan berdampak pada peralihan pola ekploitasi laut sehat menjadi ekploitasi yang tidak sehat.

Sayangnya, perubahan iklim, seperti pemanasan atmosfir adalah proses yang perlahan terjadi. Dampak perubahan iklim pada lautan yang terjadi saat ini merupakan imbas emisi gas rumah kaca manusia di masa lalu. Imbas emisi kita lepas saat ini baru akan dirasakan dampaknya di masa depan, oleh generasi selanjutnya. Kita sebagai masyarakat Indonesia yang sudah mengetahui konsekuensi dari perubahan iklim global terhadap laut kita, sepatutnya bisa memberikan harapan di tingkat lokal.

Diantara kegiatan yang bisa kurangi emisi gas rumah kaca adalah membantu carikan solusi penghidupan bagi masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya dengan menebang hutan mangrove secara berlebihan, serta menangkap ikan dengan cara yang merusak karang. Termasuk juga aktif andil dalam penanaman ulang hutan dan mangrove serta tanaman-tanaman lain yang menjadi paru-paru Bumi. Selain itu kita juga bisa mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mulai hemat bahan bakar untuk mengurangi polusi yang menambah gas rumah kaca di atmosfer.

Banyak hal kecil di keseharian kita yang bisa membari harapan besar bagi lingkungan, termasuk karang dan Nelayan. Mari jaga Laut kita selagi kita dapat menikmatinya!

4 komentar:

Kebanggan Tak Terlambat mengatakan...

Diharapkan suatu inti pemikiran dari semua insan yg menitikberatkan kekuatan Zona Ekonomi Laut Indonesia agar didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dan tentunya komitmen Pemerintah yang sah untuk selalu menjunjung keamanan, keselamatan, dan kemakmuran rakyat Indonesia, melalui mekanisme strategis dan prosedur yang berdasarkan UUD1945 pasal 33.

Kebanggan Tak Terlambat mengatakan...

Hebattt..... semoga menjadikan komitmen bagi pemerintah RI beserta semua lapisan elemen terkait untuk melestarikan ekosistem isi perairan laut wilayah RI. Lanjutkan...

naga-mark mengatakan...

trimakasih infonya.....
sangat menarik dan bermanfaat....
mantap..

joi@gmail.com mengatakan...

trimasih infony,,
sangat menarik dan bermanfaat,,,
mantap,,