Sabtu, 30 Maret 2013

Saat terancam, koral percepat pertumbuhannya, dan perubahan warna menjadi tandanya.

Protein fluoresen pada tubuh koral
Foto : Cayman Islands Twilight Zone 2007 Exploration, Michael Lesser & Charles Mazel, NOAA-OE.
Penelitian dari the University of Southampton dan National Oceanography di Southampton memberi pemahaman baru tentang bagaimana koral membangun daya tahan dan mekanisme penyembuhan terhadap penyakit dan perubahan kondisi lingkungan.

Kajian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Coral Reefs tahun 2012 lalu ungkap bahwa percepatan pertumbuhan menjadi proses fisologis yang melatar belakangi perubahan warna koral yang dipicu penyakit, luka dan stress dari lingkungan.

Studi tersebut menyelidiki peranan pigmen yang menyerupai protein hijau fluoresen  / green fluorecent protein (GFP-like) yang berikan warna hijau, merah dan ungu-biru pada banyak koral penyusun terumbu (reef building corals).

Para peneliti mengamati pigment GFP-like dari spesies koral Laut Merah, Teluk Arab/Persia, dan Fiji lalu temukan bahwa pigmen tersebut berada pada jaringan tubuh koral yang sedang tumbuh seperti di bagian ujung cabang dan tepi koloni, baik koloni yang sehat maupun yang alami kerusakan.

Dr Joerg Wiedenmann, Dosen Senior dari Biological Oceanography sekaligus Kepala Coral Reef Laboratory di the University of Southampton, bersama tim-nya kemukakan bahwa pigmen tersebut menjadi penanda terjadinya percepatan pertumbuhan koral sebagai respon keberadaan unsur biologis asing di dalam tubuh atau koloni koral. Pigment tersebut merupakan penemuan baru komponen kimia yang menjadi indikator proses tumbuh secara berlebihan sebagai wujud pertahanan tubuh alami koral untuk menetralisir keberadaan organisme yang membahayakan dengan cara .

Mereka temukan bahwa percepatan pertumbuhan tersebut merupakan proses di balik 'sindrom bintik biru-merah-mudah / pink-blue spot syndrome' - perubahan warna koral yang dipicu luka pada tubuh koral. Mereka juga temukan bahwa keberadaan cacing tabung (tube worms) dan gastropoda (sesiput laut) pada koloni karang juga berhubungan kuat dengan peningkatan fluoresensi warna merah di tepian bagian koloni alami pertumbuhan berlebih.

Para peneliti berhasil mendeteksi pertumbuhan dan penambahan jaringan tubuh koral menggunakan bio-marka (penanda biologis) dari pigmen GFP-like tersebut. Kandungan protein fluoresen dari koral ini juga sering dimanfaatkan sebagai penanda untuk riset biomedis dan farmasi, sebab fluoresensi mereka mudah sekali dideteksi.

Dr Joerg Wiedenmann menyebutkan bahwa masa depan terumbu karang ditentukan kuat oleh strategi pengelolaan yang mendukung pemulihan dan daya tahan mereka. Kesuksesan usaha pengelolaan terumbu karang juga bergantung pada usaha kita mengidentifikasi area atau kawasan terumbu karang yang rentan terhadap gangguan tingkat tinggi.

Penelitian semacam ini andil membantu identifikasi kesehatan terumbu karang sebab penggunaan pigmen GFP-like sebagai biomarka bisa menjadi indikator terjadinya stress/kerusakan mekanik pada koral, seperti contohnya, yang diakibatkan perenang atau penyelam atau indikasi keberadaan parasit atau penyakit koral.

Penelitan tersebut juga pertegas dampak negatif perubahan keadaan lingkungan terhadap terumbu karang. Pengasaman laut dan penghangatan laut akibat perubahan iklim serta peningkatan nutrisi sebab pencemaran di perairan terumbu mampu menghambat pertumbuhan koral. Dengan demikian ancaman semacam juga akan mengurangi kemampuan koral bertahan terhadap kolonisasi organisme lain, termasuk kemampuan pulih dari kerusakan fisik akibat manusia, seperti perusakan, atau alam, seperti badai.

Referensi:

C. D’Angelo, E. G. Smith, F. Oswald, J. Burt, D. Tchernov, J. Wiedenmann. Locally accelerated growth is part of the innate immune response and repair mechanisms in reef-building corals as detected by green fluorescent protein (GFP)-like pigments. Coral Reefs, 2012; DOI: 10.1007/s00338-012-0926-8

Tidak ada komentar: