Selasa, 16 Oktober 2012

Terlalu banyak alga 'penolong' bisa berdampak buruk pada koral

Hamparan karang keras sehat bercabang Acropora sp. di Yapen, Papua Barat, Indonesia.
Foto: © Matthew Oldfield 2005

Studi terkini dari ilmuwan Ross Cunning dan Andrew Baker sari Universitas Miami (UM) temukan bahwa jika Koral (karang) terlalu banyak mengandung alga yang bersimbiosis bisa jadi lebih rentan akan dampak perubahan iklim.

Didalam jaringan Koral (hewan di dasar terumbu yang masih banyak keliru dianggap sebagai tanaman), hidup alga (tanaman) ber-sel-satu yang juga jadi kunci kelangsungan hidup hewan Koral sendiri.
Pembesaran mikroskopis alga bersel-satu (bintik coklat) dalam jaringan polip hewan Koral (struktur transparan) yang sedang menjulur dari kerangka Koral.
Foto: Maricopa
Namun, saat temperatur air disekitar terlalu hangat, alga-alga ini terlepas dari Koral. Proses ini menjadi salah satu penyebab terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan bisa sebabkan kematian karang masal dan luas.

Hingga kini, beberapa peneliti beranggapan Koral dengan jumlah sel alga simbion yang lebih banyak akan lebih toleran dengan pemutihan dengan anggapan mereka 'punya cadangan alga banyak untuk dikorbankan'.

Namun temuan baru yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature Climate Change ini ungkap bahwa semakin banyak alga simbion dalam Koral, semakin parah kondisi pemutihan yang Koral alami. Peneliti beranggapan bahwa, di alam, jika terlalu banyak hal-hal yang baik ternyata bisa berdampak buruk. 



Penelitian Ross dan rekan juga amati bahwa jumlah alga yang menetap dalam jaringa koral berubah-ubah selama masa hidup Koral. Dengan ini, tingkat resiko Koral terhadap pemutihan karang-pun juga tidak tetap dan bervariasi.

Dalam penelitian mereka, Koral Kembang Kol (Pocillopora damicornis) dari teluk Pasifik di Panama. Selama enam bulan koral terus dipantau dalam laboratorium Experimental Hatchery di UM. Selama intu sampel Koral perlahan dihangatkan hingga akhirnya memutih. Jumlah sel alga yang bersimbiosis di dalam Koral ditinjau dengan analisa sampel DNA dengan teknik genetika kepekaan tinggi yang bisa tentukan perbandingan sel alga dengan sel koral. Kemajuan teknik pengukuran ini memungkinkan mereka melihat bahwa Koral dengan lebih banyak alga lebih parah alami pemutihan ketimbang dengan yang lebih sedikit. 

Koral Kembang Kol Pocillopora damicornis.
Foto: loiczsouthasia.org
Laporan penelitian kemukakaan juga implikasi temuan dalam konservasi. Koral akan lebih rentan terhadap pemutihan jika berada dalam lingkungan dengan jumlah alga simbion yang banyak di sekitarnya, seperti terumbu dekat pesisir yang tercemar oleh zat anorganik dari air buangan limbah dan lepasan air dari daratan (runoff).

Pencemaran perairan, di satu sisi, berasal dalam kawasan lokal. Namun, perlu diingat kita punya tekanan di tingkat global dari efek perubahan iklim. Menjaga kualitas perairan akan membeli waktu banyak untuk terumbu karang menghindar dari efek terburuk pemanasan global. Belum lagi ada efek pengasaman laut (ocean acidification) sebab semakin tingginya emisi karbondioksida yang melarut ke laut, yang melapukkan biota berkapur seperti Koral. Ini juga menjadi faktor tambahan yang pengaruhi kerentanan Koral terhadap pemutihan, disarikan dari laporan penelitian.

Referensi:

Ross Cunning, Andrew C. Baker. Excess algal symbionts increase the susceptibility of reef corals to bleaching. Nature Climate Change, 2012; DOI: 10.1038/nclimate1711


Tidak ada komentar: