Saat ini penyebab pasti ledakan populasi bulu seribu di terumbu karang masih belum ditetapkan oleh para ilmuwan. Sejauh ini ada tiga teori utama penyebabnya, namun masih belum ada landasan bukti valid untuk mendukung atau menolak bukti ini.
Bulu seribu / crown-of-thorns starfish / Acanthaster planci. Foto: MattWright |
Teori Pertama: Fluktuasi alami
Bulu seribu, bintang seribu, atau crown-of-thorns starfish mampu menghasilkan 1 milyar telur, hanya dari satu siklus hidup seekor betina. Perubahan keadaan lingkungan laut mempengaruhi kelulushidupan 'bayi-bayi' bulu seribu.
Sebagai gambaran, dengan jumlah sebesar ini, andaikan saja peluang selamat satu larva setiap satu milyar telur meningkat, menjadi satu larva setiap sepuluh juta 'saja', maka satu generasi bisa meningkat pupulasinya sepuluh kali lipat.
Hanya 'sedikit' saja bulu seribu yang memijah (melepas telur) maka peluang untuk menghasilkan generasi penerusnya masih sangat besar dan hingga berlipat ganda.
Dalam skala lokal, perubahan temperatur air, salinitas atau ketersediaan makanan plankton di perairan - semuanya bisa mendongkrak kelulushidupan larva bulu seribu. Dalam skala laut besar, ada beberapa dugaan ilmiah bahwa ledakan populasi bulu seribu juga berkaitan dengan fenomena El NiƱo-Southern Oscillation (ENSO) yang merubah iklim lokal di sekitar Samudera Pasifik.
Populasi bulu seribu yang merebak dalam waktu singkat ('ledakan' / outbreak) tampak sedang menyelimuti terumbu sembari menggerogoti jaringan koral hidup dibawahnya. Foto: The Benshi.com |
Teori Kedua: Menghabisnya predator
Bukan predator si alien, melainkan biota di laut yang suka memakan bulu seribu. Di laut, predator bulu seribu tidak banyak. Mungkin mereka takut sariawan jika mengunyah bulu seribu. Namun diantaranya adalah: siput laut triton (giant triton snail), ikan napoleon (humphead wrasse), ikan buntal (starry pufferfish).
Siput laut triton bernilai tinggi dan sebelum dilindungi di tahun 1969 mereka kerap ditangkap dan diperdagangkan. Jumlah siput triton di terumbu tergolong rendah. Selain itu, siput triton hanya mampu memangsa satu bulu seribu tiap minggu sehingga kemampuannya untuk mengendalikan ledakan populasi bulu seribu terbilang terbatas.
Ikan napoleon juga dikenal aktif sebagai predator bulu seribu. Namun ikan ini juga bernilai tinggi dan saat ini dilindungi dan tidak boleh ditangkap dan diperdagangkan.
Di terumbu karang, ada ikan-ikan yang senang memangsa bintang laut yang masih kecil. Bintang laut juvenil ('bayi') yang menjadi makanan ikan biasanya yang berusia enam tahun setelah mereka melekat di terumbu dan baru saja mulai memangsa karang hidup. Jika jumlah ikan pemangsa bintang laut menghabis akibat aktifitas perikanan maka situasi ini memungkinkan jumlah bulu seribu juvenil yang tumbu dewasa dalam jumlah yang 'abnormal'.
Namun saat ini belum ada bukti kuat bahwa ikan-ikan yang ditangkap untuk komersil memangsa juvenil bulu seribu dalam jumlah banyak. Kabari kami jika ada temuan yang mendukung ini.
Terbatasnya bukti juga disebabkan jumlah larva bulu seribu yang bertahan hidup lalu melekat di dasar-pun belum diketahui. Selain itu sulit juga untuk memperkirakaan laju pemangsaaan predator mereka di lapangan. Seberapa besar laju predasi yang diperlukan untuk mencegah ledakan populasi bulu seribu - masih menjadi pertanyaan. Ini bisa menjadi pertanyaan kunci untuk memulai riset.
Teori ketiga: Pengaruh manusia terhadap kualitas air
Banyak laporan ilmiah dari penjuru dunia yang menegaskan adanya hubungan antara curah hujan tinggi yang berkepanjangan dengan mulainya ledakan bulu seribu. Curah hujan tinggi yang berkepanjangan yang menyusuli kemarau, atau musim panas yang berkepanjangan, membuat salinitas air laut menurun dan kaya akan jumlah sedimen dan zat hara (nutrien) yang dibawa dari daratan ke laut - seperti melalui banjir.
Tingkat nutrien yang tinggi mampu meningkatkan jumlah alga mikroskopis di air, yang menjadi makanan larva bulu seribu. Keadaan ini memungkinkan semakin banyak larva bulu seribu yang lulus hidup dan populasi bulu seribu dewasa yang lebih besar. Rendahnya salinitas air juga meningkatkan kemungkinan terjadinya keadaan ini.
Sebab ini, banjir yang membawa run-off dari daratan ke laut bisa memicu ledakan populasi bulu seribu. Namun, saat ini jumlah sedimen dan nutrien yang bermuara di pesisir sudah tidak alami lagi sebab pengaruh aktifitas manusia di daratan. Tingginya nutrien akibat asupan bahan organik dan anorganik dari polusi bisa andil mendukung kelulushidupan larva, atau meningkatkan frekuensi kejadian ledakan populasi.
Foto: Kayal et al. 2012 |
Foto: Kayal et al. 2012 |
Kita tidak mau terlalu sering adanya ledakan populasi bulu seribu
Kenapa? Sebab makanan mereka adalah karang hidup, atau koral, yang masih hidup. Mulut radial di tengah tubuh mereka senang mencaplok jaringan lunak hidup dipermukaan karang. Hanya bekas kerangka keras putih dari karang yang mereka sisakan setelah itu. Ketika mereka 'meledak' dalam jumlah banyak, terumbu karang yang berwarna-warni bisa menjadi putih dalam waktu singkat. Kita bicara luasan satu hingga ratusan meter persegi. Dengan kombinasi polusi laut, penangkapan ikan berlebih, dan terdampaknya laut oleh perubahan iklim global, peluang terumbu karang yang rusak untuk pulih sangat kecil.
Ledakan populasi bulu seribu mungkin sudah bagian dari siklus alami laut, namun aktifitas manusia terhadap pesisir dan laut telah bisa membuat 'ledakan yang abnormal'.
Apa yang kita lakukan di darat kembali ke laut.
Referensi
- CRC Reef Research Centre. What causes crown-of-thorhs starfish outbreaks?
- Kayal M, Vercelloni J, Lison de Loma T, Bosserelle P, Chancerelle Y, et al. (2012) Predator Crown-of-Thorns Starfish (Acanthaster planci) Outbreak, Mass Mortality of Corals, and Cascading Effects on Reef Fish and Benthic Communities. PLoS ONE 7(10): e47363. doi:10.1371/journal.pone.0047363
Tidak ada komentar:
Posting Komentar