Jumat, 02 Juli 2010

Pembangunan jembatan di Kalimantan mengancam hutan hujan tropis, mangrove dan terumbu karang (1)

Dari Jeremy Hance, Mongabay.com, 3 Januari, 2010

Teluk balikpapan di Kalimantan Timur merupakan pusat beragam ekosistem: dugong yang terancam punah memakan lamun di perairan dangkal teluk, monyet proboscis yang bergelayutan di mangrove yang mencapai tinggi 30 meter di sepanjang teluk dan lumba-lumba Irrawady beruaya; melewati mangroce terdapat Hutan Lindung Sngai Wain (HLSW); disini, macan tutul Sunda berburu, beruang matahari memanjat kanopi mencari buah dan kacang, dan reintroduksi populasi orangutan sedang bersarang; namun alam liar ini, bersama semua penghuni yang tak terhitung, terancam oleh pembangunan jembatan dan jalan yang menghubungi kota Penajam dan Balikpapan.

Peta rencana pembanguan Jembatan Pulau Balang dan beberapa proyek alternatif yang lebih ramah lingkungan (garis putus). Gambar: Stanislav Lhota.

Jembatan ini, dikenal dengan Pulau Balang, akan terbentang melewati teluk, melewati pulau Balang, memotong mangrove dari hutan hujan tropis dan melewati sepanjang tepi barat hutan lindung. Sementara dampak langsung adalah deforestasi (penebangan hutan) untuk jalan, pemisahan bakau dari hutan huhan tropis, kerusakan pada karang. Peneliti mengatakan bahwa, penyediaan akses mudah ke mangrove dan hutan tak lain adalah dengan merusak.

Stanislav Lhota, ahli primata dari Universitas Bohemia Selatan berkata "Ancaman paling serius adalah yang tidak langsung, yaitu mebuka akses tak terkendali di seluruh kawasan tersebut".

Proyek ini akan menjadi akses terbuka untuk tempat tinggal, penebangan ilegal, bertambahnya konflik lahan, kebakaran hutanyang berkelanjutan, penjarahan satwa liar. Dampak langsungnya adalah perusakan kawasn mangrove dan satwa liar didalamnya, namun juga (pelan tapi nyata) perusakan sisi barat hutan Sungai Wain," ujar Dr. Gabriella Fredriksson, ahli beruang matahari, bekerja dalam pengelolaan dan konservasi HLSW lebih dari satu dekade kebelakang.

"Perusakan mangrove akan berdampak pada satwa liar bahari yang rentan di teluk (Balikpapan) dan juga perikana akibat hilangnya daerah untuk berkembang", ujar Dr. Danielle Kreb dari LSM lokal RASI, dia telah mempelajari mamalia laut Balikpapan dalam beberapa tahun kebelakang dan menemukan bawha habitat inti lumba-lumba Irrawady berada disekitar Pulau Balang.

Meskipun dampak lingkungan sudah jelas diutarakan oleh konservasionis, pemerintah provinsi dan pusat mendukung proyek ini. Pemerintah lokal, sebaliknya, telah memberi sinyal diakhir tahun 2009 untuk tidak mendukung proyek tersebut, terutama ketika diadakannya rencana alternatif yang tidak akan mengancam ekosistem, dan sebagai tambahan juga memberikan rute yang jauh lebih pendek antara Penajam dan Balikpapan.

Tidak ada komentar: