Minggu, 28 Maret 2010

Politik skala global manusia belum mampu melindungi spesies laut: Konferensi CITES, Doha, 2010.



Sekitar 1.500 delegasi perwakilan negara, masyarakat pribumi, lembaga non-pemerintahan, dan pengusaha menghadiri pertemuan CITES ke 15 di Doha. CITES adalah Konvensi perdagangan internasional terhadap satwa terancam punah), beranggotakan 175 negara terlibat secara voluntir dan mengasilkan kesepakatan yang legal – alias, mereka harus menjalanan kesepakatan konvensi.

Selama dua minggu di 13-25 Maret 2010, konferensi kali ini mengangkat Bluefin Tuna, Hiu dan Beruang Kutub dalam agenda utama. Namun, pengajuan larang dagang Bluefin Tuna, Hiu, Beruang Kutub, termasuk Red dan Pink Coral ditolak oleh lebih dari duapertiga peserta konvensi.


Saat ini diperkirakan 52% stok ikan atau kelompok spesies ikan dunia dalam akselerasi eksploitasi tinggi, 19% ekploitasi berlebih, dan 9% hampir habis atau pulih dari penghabisan. Selain Monako, A.S. dan Palau mengajukan perlindungan untuk beberapa spesies Hiu Martil seperti Scalloped Hammerhead juga Oceanic Whitetip. Jutaan baru dari dua jenis hiu ini saja setiap tahun ditangkap untuk permintaan siripnya. A.S. mendukung perlindungan menyeluruh untuk perdagangan komersil Beruang Kutub terkait ancaman perubahan iklim. 

Scalloped hammerhead shark
(Foto: www.elasmodiver.com)

Oceanic whitetip shark
(Foto: www.flmnh.ufl.edu)

Konferensi kali ini ‘dimenangkan’ oleh Jepang saat kesepakatan akhir berlangsung Kamis 25 Maret 2010, dengan 'kesuskesan' mereka dalam menolak proposal pelarangan Bluefin Tuna, pemberian suara penuh menolak pengaturan perdagangan coral, dan bergabung dengan negara Asia lainnya dalam mencegah segelintir spesies Hiu duntuk masuk dalam daftar perlindungan CITES.

CITES yang semula sebuah badan konservasi dunia yang diikuti negara-negara manusia kaya di dunia, seketika itu dikendalikan oleh arus uang besar, perdagangan dan ekonomi. Sama sebagaimana pertemuan iklim di Copenhagen, ketika sains dan politik bertemu, pemimpin dunia saling melobi sendiri-sendiri dalam ruang tertutup.

Jepang yang punya mobilisasi kuat agar perikanan dijauhkan dari CITES, kubu Uni Eropa dan Amerika terpecah antara yang mendukung ban (pelarangan) dengan yang tidak. Beberapa bulan sebelum CITES, Jepang telah melobi beberapa pemerintahan baik besar dan kecil. Ketika konferensi di Qatar, Jepang mengirim 30 delegasi yang sebelumnya pernah bekerja dan memahami penuh mekanisme di CITES.

Namun, tidak hanya Jepang saja yang semestinya ‘dipojokkan’ sebab, 80% Bluefin Tuna di Jepang adalah impor. Impor dari mana? Dari Amerika Serikat yang mengambil Atlantic Bluefin dan Uni Eropa yang mengambil Mediterranean Bluefin. Bahkan diduga kuat Jepang berani hinga membeli suara dari negara berkembang Afrika dalam konferensi untuk meperkuat penolakan larangan Bluefin Tuna.


 Fishinf down world's sharks - Discoverynews.com

Temuan ilmiah kondisi Bluefin Tuna – tanpa dibumbu uang – maka niscaya akan menjadi keputusan mutlak manusia global untuk melindungi, melihat realita pahit kelestariannya saat ini. Namun manusia mepertaruhkan jutaan dan milyaran dolar untuk perdagangan ikan ini, kenyataan ilmiah telah berubah menjadi kesepakatan politis semata.

CITES, Doha, Maret 2010 - AlJazeera

Dimanakah Indonesia? Indonesia baru saja dikeluarkan dari CITES karena tidak bisa mengimplementasikan kesepakatan CITES di negara tersebut. Ini terungkap dari peraturan nasional yang melarang ekspor primata liar yang ternyata hanya ‘pura-pura’ dari pemerintah Indonesia. Lebih lanjut baca Chain of Suffering/Rantai Penderitaan oleh BUAV.

Tidak di Indonesia, tidak di Dunia, tiada ampun bagi spesies bahari untuk ekonomi manusia.

Ketika semua pohon telah ditebang
Ketika semua hewan habis diburu
Ketika air habis tercemar
Ketika udara tidak sehat untuk dihirup
Lalu kita sadar bahwa uang tidak bisa dimakan.

Cree Prophecy

Overfishing Tuna

Sharkwater